Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kartini dari Betawi


Ibu kita Kartini putri sejati, putri Indonesia harum namanya...begitulah kiranya penggalan bait lagu Kartini. Siapa pula yang tak tahu bahwa setiap tanggal 21 April kita memperingati Hari Kartini? Peringatan hari Kartini sering dijadikan momentum merefleksikan bagaimana implementasi hak-hak perempuan di ruang publik. Tentu buku Habis Gelap Terbitlah Terang menjadi kisah klasik yang sangat fenomenal sekaligus menjadi artifak sejarah catatan perempuan sebagai bentuk perlawanan terhadap kekuatan patriarki. Maka tak jarang dalam peringatan hari Kartini dimunculkan profil perempuan-perempuan yang sukses berkarir di ruang publik dan melakukan pekerjaan-pekerjaan yang umumnya banyak dilakukan laki-laki. Misalnya menjadi olahragawan, pilot, atau menjadi pimpinan perusahaan. Perempuan-perempuan yang mampu menduduki posisi-posisi tersebut sudah tentu dilebeli perempuan hebat. Namun bagaimana dengan perempuan Betawi?

Etnis Betawi adalah salah satu etnis di Indonesia yang terkenal dengan sistem kekerabatan patriarki yang kental. Peran laki-laki dalam keluarga memanglah mendominasi. Sayangnya seiring kesuksesan sinetron fenomenal Si Doel Anak Sekolah di jamannya terkait profil perempuan Betawi semakin menguatkan anggapan bahwa Etnis Betawi tak memandang penting peran perempuan dalam keluarga. Katanya perempuan Betawi tak perlu sekolah tinggi karena ujung-ujungnya akan kembali ke dapur seperti yang digambarkan dalam profil perempuan-perempuannya (baca: perempuan Betawi) di dalam sinetron tersebut. Anggapan perempuan Betawi tidak maju, seperti telah menjadi stereotipe di masyarakat kita. Tak heran karena perempuan Betawi sering kali direpresentasikan dalam sinetron sebagai perempuan rumahan yang sederhana, bicara ceplas ceplos, dan kurang pendidikan. Kita memang terbiasa mencirikan perempuan hebat dan maju dari perspektif materi dan sejauh mana perempuan bisa memperoleh kedudukan setara laki-laki. Maka begitu juga akhirnya kebanyakan orang menilai perempuan Betawi.

Betul seperti yang dikatakan sebelumnya, laki-laki memanglah memegang peranan penting dalam keluarga Betawi. Namun bukan berati peran perempuan terpinggirkan dalam keluarga Betawi. Tak banyak yang tahu bagaimana sebenarnya sejarah leluhur etnis Betawi memposisikan perempuan. Etnis Betawi juga menjadi salah satu etnis di Indonesia yang dikenal agamis, pengaruh agama khususnya agama Islam menjadi ciri khusus yang melekat kuat dari etnis ini. Sebenarnya prinsip-prinsip Islam inilah yang dijadikan pedoman oleh para leluhur orang Betawi tentang bagaimana perempuan di posisikan dalam etnis Betawi. 

Mari kita jabarkan dengan lebih detil. Bagaimana sebenarnya peran laki-laki dan perempuan dalam keluarga Betawi?

Laki-laki bertanggungjawab mencari nafkah untuk keluarga. Aktivitas laki-laki Betawi banyak dilakukan di luar rumah. Bahkan menurut tetua orang Betawi, laki-laki Betawi sebagai kepala keluarga, jaman dahulu justru melakukan banyak peran tak hanya di luar rumah bahkan juga di dalam. Laki-laki Betawi harus memastikan keluarganya yakni anak istri terlayani dan tercukupi kebutuhannya. Ia mencari nafkah di luar rumah namun juga berkewajiban ke pasar, membeli berbagai kebutuhan keluarga dari pangan hingga sandang. Tak hanya itu lelaki Betawi juga melakukan semua pekerjaan rumah seperti bersih-bersih dan memasak. Laki-laki Betawi melayani betul anak dan istrinya dalam keluarga. Sebaliknya perempuan Betawi diposisikan sangat spesial. Dahulu perempuan Betawi sangat pantang keluar rumah tanpa suami. Itu sebabnya soal semua kebutuhan ke pasar dan ke luar rumah harus diurus laki-laki. Perempuan Betawi sangat terjaga dan dimuliakan. Semua serba dilayani dan dicukupi di rumah. Perempuan Betawi tak ubahnya seperti seorang ratu. Perempuan Betawi jaman dahulu hanya diserahi urusan pengasuhan  anak. Mengapa demikian? Karena melahirkan anak dianggap sebagai salah satu yang menambah kebahagiaan keluarga dan leluhur orang Betawi menganggap Ibu sebagai 'madrasatul ula' maka perannya justru yang sangat esensial dalam keluarga. Karena peran perempuan tersebut, mungkin itu juga sebabnya perempuan Betawi jaman dahulu hanya boleh menjalankan peran publik sebagai guru, profesi lainnya tidak diperkenankan. Maka hingga sekarang di kelompok etnis Betawi yang memandang penting pendidikan dan melakoni sekolah tinggi, profesi yang paling banyak digeluti perempuan-perempuan Betawi kini adalah profesi guru. Kembali lagi ke persoalan stereotipe perempuan Betawi, bahwa keberadaan perempuan Betawi yang lebih banyak di ruang domestik bukan berarti mereka dipinggirkan seperti banyak anggapan orang namun konteks betapa berharganya perempuan itulah yang menjadi alasannya. Maka juga perlu diluruskan, perspektif tentang perempuan hebat yang mejadi pembahasan saban peringatan Kartini bukanlah melulu perempuan yang berjaya di ruang-ruang publik saja. Atau bukan berarti perempuan di ruang-ruang domestik seperti perempuan Betawi dikatakan terpinggirkan, tidak maju atau terjajah. Dimanapun perempuan berada ia tetaplah perempuan hebat begitupun dengan perempuan-perempuan Betawi, mereka tidak terbelakang dan terpinggirkan seperti banyak anggapan orang meski selalu berada di ruang domestik. Perempuan Betawi adalah perempuan yang juga hebat karena dengan ketulusan dan keibuannya merawat dan memastikan anak tumbuh kembang dengan baik. Hal ini justru menjadi poin penting dari fitrah peran perempuan itu sendiri di dalam keluarga yakni untuk mempersiapkan generasi yang kuat dimasa yang akan datang seperti juga ajaran Islam. 

Oleh Dini Wahdiyati, S.Sos, M.I.Kom

Dosen Ilmu Komunikasi Fisip UHAMKA

Posting Komentar untuk " Kartini dari Betawi"